Relasi Publik, Karanganyar || Badan Pengurus Wilayah (BPW) Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Jawa Tengah (Jateng) menggelar rapat kerja sekaligus halal bi halal dalam suasana Lebaran. Mengingat masih pandemi, tidak semua anggota, terutama dari luar wilayah Solo Raya dapat hadir dalam acara di Ndalem Alpukat, Kemuning, Karanganyar, Minggu (16/5/2021) ini.
Ketua BPW Peradin Jateng Sumarsoni (KRAT Siswa Candra Waskitha) menjelaskan, rapat kerja merupakan salah satu awal kebangkitan Peradin setelah sekian lama terkubur. Sebagai organisasi pengacara tertua di Indonesia, Peradin saat ini mulai bangkit menata organisasi untuk mengembalikan marwah pengacara sebagai profesi mulia.
“Profesi advokat dikenal pada 1920-an, ia sudah dijuluki sebagai “officium nobile” artinya profesi yang mulia dan terhormat. Ia disebut profesi mulia karena ia mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat, serta berkewajiban untuk turut menegakkan hak-hak asasi manusia yang fundamental,” paparnya.
Oleh karenanya, pada saat ia melayani masyarakat berdasar kuasa yang sah berdasar UU, di saat itu ia menjadi bagian dari pelaksana fungsi penegakkan hukum. Olehnya advokat di satu sisi menjalankan tanggungjawab profesi, disisi lain ia turut bertanggungjawab atas penegakkan hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukum.
“Seorang advokat harus selalu menjunjung tinggi azas fair, impersonal, impartial, objektif yang selalu dikedepankan,” tegasnya.
Dituturkan, Kongres I Musyawarah Advokat sebagai awal mula lahirnya organisasi pengacara Indonesia berlangsung di Hotel Dana Kota Solo pada 30 Agustus 1964 silam. Sebelumnya, diawali seminar hukum nasional yang digelar oleh Persatuan Advokat Indonesia (PAI) pada 14 Maret 1963 yang merupakan embrio Peradin.
“Namun dalam perjalanannya para pendiri Peradin menangis melihat kondisi profesi advokat di Indonesia sekarang ini. Seperti sudah kehilangan makna “Officium Nobile” dan akan dibawa kemana profesi advokat ini? Mungkinkah bisa bersatu dalam wadah tunggal sesuai amanat UU Advokat Pasal 28 Ayat (1)?,”ujarnya.
Atas keprihatinan itu, Sumarsoni berpendapat profesi advokat harus dikembalikan kepada Khittah Advokat Indonesia 1964 dengan semangat Peradin “Fiat Justitia Rust Coelum”. Dengan mekanisme dan sistem keorganisasian menjunjung tinggi demokrasi dan mengamalkan ikrar Peradin secara murni dan konsekuen.
“Sebenarnya momen bangkitnya Peradin sebagai organisasi advokat tertua dan pertama di Indonesia sudah dimulai pada 5 Oktober 2008 lalu dalam silaturahmi pengurus Peradin di Hotel Hilton. Hasil silaturahmi, pengurus Peradin bertekad menjadikan momen pertemuan itu untuk membangunkan kembali organisasi Peradin yang lama tertidur,” ungkapnya.
Setelah melalui perjalanan panjang hingga Kongres ke-VII Tahun 2009 di Tangerang dengan memilih Frans Hendra Winarta sebagai Ketua Umum ( Ketum) BPP Peradin hingga berakhir jabatanya pada Tahun 2018, maka berdasarkan Munaslub di Surabaya pada 20 Oktober 2018, terpilihlah Firman Wijaya yang sekarang menjadi staf ahli Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin sebagai Ketum BPP Peradin dengan masa bakti 2018-2022.
“Dari perjalanan panjang penuh liku itulah, kami bertekad akan membesarkan Peradin khususnya di Jateng. Apalagi lahirnya Peradin itu di Kota Solo yang harus diketahui dan dicamkan oleh para advokat muda sekarang ini. Jangan sampai terjadi seperti kacang lupa pada kulitnya,” tandasnya. (NNG)
Discussion about this post